Téma: | Revitalisasi Budaya Sunda: Peluang dan Tantangan dalam Dunia Global |
Waktu: | 19—22 Desember 2011 |
Tempat: | Gedung Merdeka, Bandung |
Konferensi Internasional Budaya Sunda pertama (KIBS ke-1) yang diselenggarakan pada tahun 2001 dianggap telah berhasil menggugah kesadaran mengenai signifikansi budaya lokal dalam kehidupan berbangsa. Gaung konferensi yang mendatangkan beragam pembicara dari berbagai disiplin ilmu dan negara itu menyadarkan arti kebudayaan Sunda dalam tataran pembangunan dan pengayaan kehidupan berbangsa. Seperti tercantum dalam rekomendasi yang dihasilkannya, konferensi itu pun menegaskan pentingnya upaya-upaya pemertahanan dan pengembangan budaya lokal sebagai bagian dari pembangunan jatidiri bangsa.
Dalam rentang sepuluh tahun setelah KIBS ke-1, berbagai upaya pemertahanan dan pengembangan budaya Sunda telah banyak dilakukan baik dalam jalur formal maupun informal. Tindak lanjut rekomendasi KIBS melahirkan berbagai kegiatan kesundaan yang memperkaya khazanah pengetahuan dan pemahaman tentang budaya Sunda yang pada hakikatnya adalah bentuk-bentuk pemertahanan dan pengembangan budaya Sunda. Di jalur formal pun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat misalnya dengan merevisi Perda No.6 tahun 1996 menjadi Perda No. 5, 6, dan 7 tahun 2003 menunjukkan semangat dalam upaya pemertahanan budaya walaupun pelaksanaannya masih belum optimal.
Namun demikian, dinamika yang berlangsung dalam berbagai lini kehidupan dan lapisan masyarakat ini belum secara nyata bersinergi dengan sistematis untuk pemertahanan budaya Sunda dan pengembangannya untuk ke-ajeg-an budaya Sunda dan pembentukan jatidiri generasi muda Sunda. Padahal, dalam konteks dunia yang global dan majemuk, budaya Sunda sebagai budaya lokal harus bertahan dari gempuran budaya nasional dan budaya global. Dalam konteks ini pula muncul kekhawatiran terbesar yang dirasakan oleh hampir setiap budaya lokal yaitu lunturnya nilai budaya lokal, dalam hal ini Sunda, karena tidak dapat bertahan dari pengaruh-pengaruh tersebut. Kenyataan ini meningkatkan kesadaran bahwa upaya menghidupkan budaya Sunda harus juga mempertimbangkan berbagai aspek mengenai bagaimana selama ini budaya Sunda dihidupi oleh masyarakatnya, terutama oleh generasi muda.
Dalam bingkai pemikiran ini, Yayasan Kebudayaan Rancage menganggap perlu menyelenggarakan KIBS ke-2 sinambung dengan konferensi sebelumnya. KIBS ke-2 akan membahas masalah kebudayaan Sunda dari berbagai aspeknya dengan pengutamaan pada masalah pemertahanan nilai-nilai budaya Sunda dan pengembangannya agar dapat menjadi semangat yang menghidupi kehidupan generasi muda Sunda dalam mendampingkan budaya Sunda dengan budaya-budaya lain.
Penyelenggara berharap KIBS ke-2 akan melahirkan pencerahan dan pemikiran tentang bagaimana budaya Sunda bertahan, berdampingan dan berkembang bersama budaya-budaya lain dalam dunia global dan majemuk sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari masa depan generasi muda Sunda dalam memperkaya kehidupan bangsa Indonesia.
Selain itu, KIBS ke-2 ini pun diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih mengenali dan menyadari makna budaya Sunda dalam dunia berbudaya majemuk; serta turut berupaya mempertahankan dan mengembangkannya bagi kehidupan generasi di masa mendatang.
Konferensi Internasional Budaya Sunda ke-2 akan dilaksanakan pada tanggal 19—22 Desember 2011 di Gedung Merdeka, Jl. Asia Afrika No. 65 Bandung 40111, Jawa Barat, Indonesia.
Pakar, seniman, mahasiswa, guru, wartawan, pemuda, birokrat dan siapapun yang berminat dan berperhatian pada kelestarian budaya Sunda. Target peserta adalah 1000 orang.
Pameran diselenggarakan di beberapa tempat seperti di lokasi konferensi, Museum Sri Baduga dan gedung YPK. Pameran akan berupa 1) pameran karya seni, kerajinan tangan atau pengetahuan tentang Sunda misalnya, sejarah, dan 2) pameran komersil seperti buku dan souvenir.
Wisata dirancang untuk mengenal dan menghayati alam dan budaya di Tatar Sunda. Tujuan wisata akan ditentukan kemudian.
Selama konferensi akan dipertunjukkan berbagai kesenian Sunda yang pelaksanaannya akan dikelola oleh seniman Sunda terpilih. Pertunjukan akan berlangsung di antara waktu sidang dan waktu-waktu yang disediakan khusus di lokasi yang akan ditentukan kemudian.
Dana berasal dari kontribusi peserta, pemerintah daerah, dan sponsor yang tidak mengikat, pihak-pihak yang memiliki kepedulian tinggi pada perkembangan kebudayaan lokal.